Rabu, 11 November 2015

Ki Hadi Sugito - Antasena Ngraman (sinopsis)


Berawal dari curahan hati raja Ngastina,Prabu Jaka pitana (Duryudana) kepada para priyai Ngastina. Karena heran dengan kenyataan,dimana sang prabu berkata," Kenapa dengan 100 orang kok tidak bisa membunuh 5 orang?" Ya,5 orang tersebut adalah para pandawa lima,saudara prabu Jaka pitana(Puntadewa,Werkudara,Arjuna,Nakula,Sadewa).

Prabu Jaka pitana melanjutkan curahan hatinya yang mengatakan bahwa sesungguhnya para pandawa itu salah. Dimulai dari anaknya Werkudara,raden Antasena dan anaknya Arjuna, raden Wisanggeni yang tidak bisa sopan santun dengan dewa. Arjuna yang memperistri bidadari itu adalah kesalahan,malah para Dewa mengayomi para Pandawa. Lalu prabu Jaka pitana membandingkan dengan perbuatannya setiap hari,siang malam selalu minta kemakmuran dengan kepada para Dewa. Malah,jika membakar kemenyan untuk para Dewa bisa mengabiskan beberapa gentong menyan. Bukan kemakmuran yang didapat sang Prabu Ngastina,malah dia mendapatkan bencana. Belum lagi perang Barathayuda semakin dekat.
Dari sini,patih Sengkuni atau disebut juga patih Arya sengkuni "berunding" dengan Dorna (guru para satria Kurawa dan Pandawa),mengenai curahan hati prabu Duryudana. Dorna berpendapat bahwa semua yang dilakukan prabu Jaka pitana belum sampai titik waktu yang ditentukan,dan jika sudah sampai pada waktunya. Maka musuh atau yang tidak suka dengan prabu Jaka pitana dan Kurawa akan kalah satu persatu dengan sendirinya.

Di sela sela rundingan antara Jaka pitana,Sengkuni,dan Dorna. Raja mandura,prabu Baladewa yang juga ada di sana menasehati dan memberikan pendapatnya kepada Jaka pitana. Kalau perang Barathayuda itu adalah perang yang menunjukan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang salah,pasti kalah. Dan siapa yang menang,dialah yang benar. Baladewa juga menyarankan agar negara Ngastina diberikan kepada Pandawa,tanpa ada peperangan dan tanpa ada korban perang.

Seketika,Dorna pun tidak terima dengan pendapat Baladewa tersebut. Dorna beranggapan bahwa,perang Barathayuda harus tetap terjadi. Dorna sejalan dengan pendapat prabu Jaka pitana,kalau para Pandawa adalah sumber kesalahan,dimana Antasena dan Wisanggeni tidak punya sopan santun terhadap Dewa dan sebagainya. Patih Sengkuni memanfaatkan momen ini untuk "memanaskan" suasana hati Dorna. Jika perang Barathayuda tetap dilaksanakan,apakah Dorna mau ikut perang. Karena Dorna yang bersifat angkuh,Dorna pun menyanggupi untuk ikut perang tersebut.

Belum selesai rundingan para priyai Ngastina,raden Pancawala putra prabu Puntadewa raja Ngamarta mendatangi mereka yang sedang berunding. Pancawala datang ke Ngastina bersama raden Antasena yang menunggu diluar tempat rundingan para priyai Ngastina. Pada saat di ruang rundingan,Pancawala mengatakan ingin meminta negara Ngastina. Dan jika tidak diberikan,dia (Pancawala) mengusulkan agar perang Barathayuda segera dilakukan sekarang. Mengetahui niat Pancawala,prabu Jaka pitana menyuruh Pancawala untuk keluar dari tempat tersebut,dan akan diberi kepastian oleh sang prabu Ngastina itu setelah mereka selesai rundingan.



Pancawala yang keluar dari tempat rundingan itu,bertemu dengan adiknya raden Antasena. Antasena bertanya kepada Pancawala,apakah negara Ngastina bisa diberikan sekarang atau tidak. Pancawala menjelaskan,kalau dirinya akan dikabari nanti setelah Jaka pitana rembug'an dengan priyai Ngastina. Dasar sifat raden Antasena yang "grusa grusu" dia kecewa mendengar penjelasan kakaknya,Pancawala. Antasena berpesan,jika nanti negara Ngastina tidak diberikan,mereka berdua harus berperang,tapi Pancawala berkata kalau dia tidak berani berperang. Antasena pun kebingungan,dan mengolok olok kakaknya dengan tujuan agar mau berperang.

Ketika Jaka pitana berunding,tentang kemauan Pancawala tadi. Patih Sengkuni mengusulkan agar Adipati Karna dan para Kurawa menemui Pancawala. Prabu Jaka pitana menyetujuinya dan Sengkuni dipercaya agar mendampingi para kurawa menemui Pancawala. Setelah bertemu Pancawala,patih Sengkuni kaget bukan main karena melihat Pancawala datang dengan Antasena. Sang patih berbisik kepada adipati Karna,agar berhati hati dengan mereka berdua. Karena Antasena adalah orang yang sangat sakti mandraguna.

Terjadi percakapan antara adipati Karna,patih Sengkuni,Pancawala,dan Antasena. Adipati Karna menanyakan,apakah semua yang diucapkan Pancawala kepada prabu Jaka pitana berdasarkan keinginan peribadi atau diperintahkan oleh orang tua mereka di Ngamarta. Pancawala berkata,jika semua keinginan itu adalah berdasarkan keinginan pribadi. Mendengar pernyataan itu,adipati Karna emosi,dan menantang Pancawala untuk tanding. Sebenarnya Pancawala tidak berani melawan adipati Karna. Namun karena intimidasi Antasena,dia nekat tanding melawan sang adipati. Sekali lagi Sengkuni memanfaatkan momen ini agar Pancawala dibunuh saja dengan senjata kunta. Tau jika adipati akan membunuh Pancawala,dengan sigap Antasena menggantikan posisi Pancawala yang sedang tanding tersebut. Senjata kunta dilepaskan,namun dapat ditangkis dengan mudah oleh Antasena. Adipati Karna dihajar oleh Antasena,dan menyerah. Patih Sengkuni segera memerintahkan para Kurawa untuk mengroyok Antasena. Bukannya mati,Antasena berhasil memukul mundur para Kurawa. Sang patih kebingungan dengan kelakuan Antasena tersebut. Dia mengadu kepada raja Mandura,prabu Baladewa. Kalau adipati Karna dan Kurawa kalah menghadapi Antasena. Dengan kelicikan dan kepintarannya berbicara,Sengkuni mengatakan,bahwa Baladewa mendapat tantangan dari Antasena. Baladewa yang mempunya sifat mudah marah,emosi mendengar aduan patih Sengkuni dan maju menghadapi Antasena dengan senjatanya,nenggala. Lagi,dengan mudahnya Antasena bisa menangkis senjata nenggala,dan merebutnya dari tangan Baladewa. Merasa dirinya kalah,Baladewa mengusulkan agar negara Ngastina dikosongkan,dan menyuruh prabu Jaka pitana beserta Kurawa untuk mengungsi di negara Mandaraka. Dan Baladewa pergi menuju Ngamarta untuk meminta keterangan,siapa yang menyuruh Pancawala dan Antasena merebut negara Ngastina. Sedangkan Dorna pergi ke Trajutresno yang rajanya adalah Prabu Narakasura atau Setija murid dari begawan Dorna.

Pancawala dan Antasena "menyandera" patih Sengkuni. Patih Sengkuni ditanyai oleh Pancawala dan Antasena,mereka bertanya dimana letak dampar kencono (singgasana raja) yang sebenarnya. Karena singgasana yang diduduki oleh prabu Jaka pitana bukanlah singgasana yang sebenarnya. Patih Sengkuni pura pura tidak tau dimana letak dampar kencono tersebut. Tapi Antasena paham,kalau Sengkuni sedang berbohong. Kemudian dia mengancam Sengkuni dengan senjata nenggala yang direbutnya dari Baladewa. Dengan cara itu Sengkuni mau berkata jujur. Setiap Sengkuni ditanya dan menjawab tidak tau,Antasena langsung mengancamnya dengan nenggala.


Akhirnya Sengkuni menunjukkan dimana letak dampar kencono tersebut dan mempersilahkan Pancawala untuk mencoba duduk di dampar tersebut. Mengejutkan. Saat Pancawala mencoba mendudukinya,seketika Pancawala terjungkal dari dampar tersebut. Tak jauh berbeda dengan Pancawala,saat Antasena mencoba duduk di dampar kencono tersebut,Antasena merasakan pusing. Antasena bertanya lagi,bagaimana cara menduduki dampar tersebut kepada Sengkuni. Untuk bisa duduk di dampar kencono tersebut,seseorang harus diangkat oleh seekor gajah putih yang bernama gajah Antisuro. Gajah Antisuro adalah wakil dari rakyat Ngastina. Mendengar penjelasan patih Arya sengkuni,Pancawala dan Antasena menyuruh agar Sengkuni melepaskan gajah tersebut dengan harapan mau mengangkat Pancawala atau Antasena dan didudukkan di dampar kencono tersebut. Karena gajah tersebut tau,mereka bukanlah yang berhak duduk di dampar tersebut,gajah itu pergi ke entah kemana. Pancawal dan Antasena hanya pasrah saja menunggu gajah antisuro pulang,berharap gajah tersebut pulang menggendong orang untuk didudukkan di dampar kencono.

Di lain tempat,Dorna telah sampai di negara Trajutresna. Dorna menemui prabu Setija,meminta bantuan kepadanya. Dengan iming iming hadiah separuh negara Ngastina dan kelak saat perang Barathayuda akan dijadikan senopati dipihak Kurawa. Mendengar iming iming tersebut,Setija sangat senang dan menyanggupi akan mengusir Pancawala dan Antasena yang waktu ini sedang menjajah negara Ngastina. Mereka berangkat didampingi panakawan Setija,Togog dan mBilung. Togog mengingatkan,jika tindakan Pancawala dan Antasena itu benar. Mungkin karena iming iming dari Dorna,Setija tetap menyanggupi permintaan Dorna.
Berita terebutnya negara Ngastina oleh Pancawala dan Antasena juga sampai di kasatriyan Jangkar bumi,tempatnya Raden Antareja kakak lain ibu dari Antasena. Antareja saling cakap dengan raden Irawan,adik dari raden Abimanyu. Mereka berdua berniat untuk memastikan berita tersebut.


Ditengah perjalanan,Antareja dan Irawan bertemu dengan romobongan prabu Setija. Mereka saling bertanya kemana tujuan mereka pergi. Ternyata mereka pergi ke tempat yang sama tapi dengan tujuan berbeda. Setija pergi ke Ngastina untuk mengusir Pancawal dan Antasena,bahkan kalau bisa membunuh mereka berdua. Antareja pergi ke Ngastina untuk memastikan berita tentang negara Ngastina yang direbut oleh adiknya. Mendengar tujuan Setija ke Ngastina untuk membunuh adiknya,Antasena. Antareja berniat menghalangi niatan Setija. Setija bukanlah raja yang pengecut,diapun menantang Antareja untuk tanding dengannya. Keduanya terlibat perkelahian yang akhirnya Setija dinasehati oleh Dorna,jika berkelahi dengan Antareja di sini tidak ada yang diperebutkan. Setija kemudian tersadar,dan menghentikan perkelahiannya dengan Antareja lalu meneruskan perjalanannya menuju Ngastina. Tentu dengan memilih rute jalan yang berbeda.

Dilain cerita,para Panakawan telah berkumpul di pedukuhan Karang kabulutan. Bercanda gurau. Menyanyikan lagu dan berjoget ria.
(Klik,untuk mendengarkan bagian goro goro)

Sampai bapak panakawan yaitu ki lurah Semar badranaya dan ketiga anaknya,Nala gareng,Petruk,dan Bagong dipanggil majikannya/momongannya untuk menghadap. Tak lain adalah raden Abimanyu putra Arjuna dengan Sembadra,didampingi oleh raden Gatotkaca. Putra dari Werkudara dengan Arimbi.
Abimanyu merasa resah,karena dari kabar yang beredar dan dari mimpi Werkudara,dia adalah penjelmaan wahyu yang nantinya akan menduduki dampar kencono. Tapi sampai sekarang belum ada tanda buktinya. Ki lurah Semar mengerti,dan menenangkan hati Abimanyu. Semar menasehati jika memang Abimanyu akan menduduki dampar,pasti akan terbukti kelak. Gatotkaca pun ikut prihatin dengan keresahan Abimanyu. Dia berpesan kepada panakawan jika nanti Abimanyu pergi hutan untuk bertapa. Apabila terjadi suatu halangan,agar para panakawan memberitahu Gatotkaca dengan cara bertepuk tangan ke arah langit. Karena Gatotkaca juga akan bertapa. Bukan dibumi,tapi dilangit.

Benar saja,saat Abimanyu hendak melakukan tapa dan mencari tempat bertapa. Abimanyu dan panakawan dihadang oleh raksasa yang menunggu hutan randu watangan. Hutan yang masuk wilayah negara Trajutresna. Para raksasa tidak menghendaki lokasinya dijadikan tempat bertapa. Abimanyu bersi keras untuk tetap bertapa di hutan tersebut. Tak pelak perkelahian pun tak bisa dihindari. Abimanyu bertarung melawan para raksasa,dan panakawan mengurusi bangkai bangkai para raksasa yang mati karena kalah tanding dengan Abimanyu. Dari langit Gatotkaca tau,jika Abimanyu mendapatkan halangan. Gatotkaca membantunya dari langit. Dasar ulah panakawan Petruk iseng,dia mengaku ke Bagong kalau yang membunuh para raksasa adalah dia (petruk). Perbuatan Petruk diketahui,kemudian Petruk dihukum untuk membuang bangkai bangkai raksasa sendirian.

Tanpa diduga,ada gajah putih yang notabene adalah gajah antisuro, menghampiri Abimanyu. Badan Abimanyu dililit oleh belalai gajah tersebut. Abimanyu menyadari jika gajah tersebut bukanlah gajah sembarangan,maka dibiarkan saja gajah itu melilitkan belalainya dibadannya. Panakawan menangis,melihat majikannya dibawa gajah dan melaporkannya ke raden Gatotkaca. Raden Gatotkaca marah,tapi segera diredam oleh ki lurah Semar. Ki lurah Semar badranaya menjelaskan ada gajah yang berupa pusaka. Ki lurah Semar menyarankan agar gajah tersebut diikuti sampai kemana dia berhenti. Dengan prihatin Gatotkaca dan para panakawan berjalan mengikuti gajah tersebut.


Setelah lari dari negara Ngastina,karena kalah melawan Antasena. Sampailah prabu Baladewa di negara Ngamarta yang disana telah terkumpul para pandawa. Puntadewa,Werkudara,Arjuna,Nakula,Sadewa. Serta raja dari negara Dwarawati,Prabu Sri Kresna adik prabu Baladewa. Beserta adiknya Setyaki. Baladewa menjelaskan apa yang terjadi di Ngastina,dan meminta penjelasan apakah mereka disuruh atau atas kehendak mereka sendiri. Prabu Puntadewa menjelaskan beliau tidak menyuruh Pancawal dan Antasena merebut negara Ngastina. Prabu Sri kresna berpendapat,jika Pancawala berani melakukan hal tersebut tak lain karena ajakan dari Antasena. Mendengar pendapat dari kakaknya Prabu Sri kresna,Werkudara merasa malu bukan main. Werkudara tidak pernah mengajarkan anak anaknya untuk bertindak seperti itu,kemudian berangkatlah Werkudara menyusul anaknya,raden Antasena di negara Ngastina. Tidak lama kemudian prabu Sri kresna mengikuti Werkudara pergi ke Ngastina.


Belum sampai Werkudara di Ngastina,raden Antareja beserta raden Irawan telah sampai di negara Ngastina. Dia bertemu adiknya Antasena dan meminta bagian negara Ngastina. Tapi apa jawabannya,malah Antasena mempersilahkan Antareja kakaknya itu untuk mencoba duduk di dampar kencono. Sama seperti raden Pancawala,raden Antareja terjungkir dari dampar kencono. Antasena memberi tau kakaknya bahwa dampar ini hanya bisa diduduki oleh orang yang digendong atau dibawa oleh gajah antisuro. Susut kemauan Antareja untuk meminta bagian negara Ngastina.
Dan selang beberapa saat,Abimanyu yang digendong oleh gajah antisuro telah didudukkan di dampar kencono. Diikuti oleh Gatotkaca dan para panakawan. Antasena dan Pancawala merasa lega,karena yang berhasil mendudukin dampar kencono adalah dari keluarga pandawa,yaitu Abimanyu putra dari Arjuna dan Sembadra.


Muncullah ide yang sebenarnya konyol tapi cerdas. Antasena mengumumkan siap siapa aja yang menjabat di negara Ngastina. Antasena membagi tugas/jabatan kepada para anak anak pandawa. Abimanyu sebagai raja. Pancawala sebagai patih dalem. Antasena sebagai patih luar. Gatotkaca dan Antareja sebagai senopati. Irawan sebagai sentana. Petruk,Gareng,Bagong jadi tumenggung.


Usai membentuk "kabinet pemerintahan" datanglah prabu Setija dengan emosi dan marah marah hendak menurunkan Abimanyu dari dampar kencono. Antasena segera menyuruh Gatotkaca untuk menangani prabu Setija. Prabu Setija diseret keluar oleh Gatotkaca dan bertanding,adu ilmu. Memang Gatotkaca dan prabu Setija adalah pasangan bertanding yang setara. Setelah terseret keluar,Datanglah Werkudara,tentu dengan rasa kesal dan emosi. Antasena pun menyuruh kakaknya,Antareja untuk menyeret keluar dan menangani Werkudara. Tanpa rasa bersalah,diluar Antareja tanding dengan ayahnya. Ingin menjajal kekuatan bapaknya tersebut. Prabu Sri kresna datang setelah Werkudara diseret Antareja. Mengetahui bahwa Gatotkaca dan Werkudara sedang tanding,tidak lama lama Kresna ada dipisowanan menyaksikan siapa yang kuat duduk di dampar kencono. Sri kresna segera melerai mereka yang sedang bertanding.



Werkudara dan Antareja adalah yang pertama. Keadaannya memalukan. Werkudara dikubur setengah badan oleh anaknya sendiri,Antareja. Prabu Sri kresna meminta Antareja untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Sri kresna memberitahu Werkudara bahwa yang kuat menduduki dampar kencono adalah Abimanyu. Werkudara pun bersyukur pada Dewa,karena yang menduduki dampar kencono adalah keponakannya.
Selesai melerai Werkudara yang tanding dengan Antareja,giliran Gatotkaca dan prabu Setija yang dilerai. Tak jauh berbeda dengan Werkudara. Setija diberi nasehat agar tidak gampang terpengaruh dan kepincut upah dari siapapun.
Antasena menyuruh para Kurawa untuk datang dari pengungsian ke Ngastina. Antesana berniat mengembalikan negara Ngastina ke tangan prabu Jaka pitana. Antasena berpesan,agar jangan main main dengan Abimanyu,karena Abimanyu sudah bisa menduduki dampar kencono. Kelak suatu saat,jika telah terjadi Barathayuda,negara Ngastina akan dipimpin oleh Abimanyu.

Untuk mendownload wayang kulit Ki Hadi sugito - Antasena ngraman silahkan klik download link di bawah ini.


Minggu, 01 November 2015

Ki Hadi Sugito - Antasena Ngraman (part:Goro goro)



Goro goro Ki Hadi Sugito di lakon "Antasena Ngraman"
Berikut adalah petikan dialog dari goro goro tersebut,

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Sak jerone aku mlebu onong taman maerokoco,sak jerone aku mlebu onong taman maerokoco. Iki ono satrio bagus sing mapan onong kene. Yen tak condro satrio iki klebu condro,dedegke koyo ringin sungsang. Polatane ndamar kanginan,rambute prentel prentel,ngandan andan ireng mulus sulak rondho ijo. Alis nanggal pisan nektro kocak lendre gronong wurunge wojo tetesing toyo,jangganing wulang wulang,janggute kraket karo dodo. Jenengmu sopo wong bagus?"

    Arjuna (gareng) : " Menowo,kowe takon karo aku...."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " he'em"

    Arjuna (gareng) : " genti aku takon,kowe ngakuo sopo jenengmu!"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " we'e ditakoni durung ngaku genti takon."

    Arjuna (gareng) : " Jamak lumrah yen adus mesti teles.....sopo keceblok mesti gupak lendhut. Sopo utang mesti nyaur,sopo utang mesti ngapusi. Moro to gage kowe enggal ngakuo,ratu ngendi,sopo jenengmu? Ono ratu gagah prakoso prawiro jurit,godek wok simbar jojo. Agemane nganti pating glebyar,sarwo Mas,sarwo inten. Sarunge ambune.... lethenge ra ilok ilok.

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Wi jenenge ra wong ngalem nek kui,jan wong  moyok'i kui,haa kok sarung barang diomongke. Takon karo aku iki ratu Nguter gelung,Prabu Jungkung Mardiyo aku!"

    Arjuna (gareng) : " Kowe Jungkung mardiyo. "

    Jungkung mardiyo (petruk) : " He'em,kowe sopo? "

    Arjuna (gareng) : " Satrio songko  Madukoro...aku Arjuno,iyo Bambang paidi"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " hhhhh...ora paidi reng. Permadi utowo Pamadi,kok paidi. Le nyuworo ki sing gedhe ora ming nyemimik ngono kui. "Menowo kowe takon karo aku,aku Permadi" ngono. Ngaa ngaaang ngaaang ngaanng ora ngono. "

    Arjuna (gareng) : " menowo....."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " kui sek blero kui"

    Arjuna (gareng) : " menowo kowe takon karo aku"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " kurang gedhe!"

    Arjuna (gareng) : " menowo kowe takon karo aku"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " tithik ngkas."

    Arjuna (gareng) : " menowo kowe takon karo aku"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " setithik ngkas"

    Arjuna (gareng) : " menowo kowe takon karo aku"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " tithik ngkas.......

    Sri kandi (bagong) : " whhaaaaaa....(Preeettt) "

    Jungkung mardiyo (petruk) : " ngopo Gong?"

    Sri kandi (bagong) : " nggembos"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " hhhh...wong bengok kok njur,ngempret."

    Arjuna (gareng) : " hlaa wong kene ki le nyuworo nganti mripate nganti mendelo he,iseh kurang gedhe terus."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Permadi...."

    Arjuna (gareng) : " Opo...?"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Aku teko mrene opo nyoto kowe nggebang calon bojoku,diajeng woro Srikandi?"

    Arjuna (gareng) : " Aku ki ora nggebang,nanging diajeng woro Srikandi wi mbeguru karo aku kepengin manah..tak ajari nyekel panah. Saiki wes patitis pangembating panah.......wes MAT temenanan."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " gandheng saiki wis biso purno nggone ajar manah....Srikandi arep tak jalok,arep tak gowo bali ono ing kraton Nguter gelung."

    Arjuna (gareng) : " Mumpung iki ono wonge,mengko tak tarine. Nek gelem yo gawanen,nek ra gelem ojo tok jiiaaak.

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Yo jajal tarinen..."

    Arjuna (gareng) : " Diajeng woro Srikandi.....Srikandi....Ndi....Sri...Sri gemblung...Sri ndower...Gong....?

    Sri kandi (bagong) : " Ha ono opo?"

    Arjuna (gareng) : " dadekke Srikandi malah,ngomple..."

    Sri kandi (bagong) : " hla aku ki rak ra ngerti acarane.......ora ono sasmito opo opo kok,srak srik srak srik. "

    Arjuna (gareng) : " Kowe didadekke Srikandi. Petruk Jungkung mardiyo,aku....Permadi.

    Sri kandi (bagong) : " ha rak ngono...kae Jungkung mardiyo. "

    Arjuna (gareng) : " he'em

    Sri kandi (bagong) : " Kowe Sumadi"

    Arjuna (gareng) : " PERMADI!"

    Sri kandi (bagong) : " Permadi...aku?

    Arjuna (gareng) : " Srikandi. "

    Sri kandi (bagong) : " Oooo...wedok?"

    Arjuna (gareng) : " haa iyoo"

    Sri kandi (bagong) : " wwhhaaiisshh...gemang aku...yakin trimo tok pentungi aku,kon salah kedaden dadi wedok gemang temenan."

    Arjuna (gareng) : " Ngopo?"

    Sri kandi (bagong) : " Meteng aku"

    Arjuna (gareng) : " yaaahhahahahaha...ora wedok temenanan kok njur wegah nek meteng."

    Sri kandi (bagong) : " Le muyuk muyuk.."

    Arjuna (gareng) : " ORAA wah jan...pokok'e ming wedok wedok'ang
    Sri kandi (bagong) : " Ooo didapuk wedok?"

    Arjuna (gareng) : " Haa iyo..."

    Sri kandi (bagong) : " Ning ora malik grembyang?"

    Arjuna (gareng) : " Ora...

    Sri kandi (bagong) : " Ooooo...sing tak kuatirke nek malik grembyang ngko ndak ora ono sing mBagong..."

    Arjuna (gareng) : " Diajeng,diajeng woro Srikandi...

    Sri kandi (bagong) : "......oppow"

    Arjuna (gareng) : " hhhh...suarane kok koyo ngono...

    Sri kandi (bagong) : " hlaa urung kulino kok yo...

    Jungkung mardiyo (petruk) : " swarane Srikandi kui cilik "jagat.. jagat kulo kang Mas Arjuno kulo pengeran". Ngono. "Kowe saiki arep digowo bali Jungkung mardiyo,wis kono. Gandheng wus rampung leh mu ajar manah,kowe gelemo." Mmmmm...." Nibo toh"

    Sri kandi (bagong) : " ha'ah"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " njuk tangi meneh."Iki wong opo ngono bojo kok di neh nehke,kulo rak mpun matur yen kulo tresno kalih panjenengan....kulo yen kon ngladeni Jungkung mardiyo kulo trimah pejah....kang Mas,kang Mas Janoko kulo tresno panjenengan kang Mas,badheo dumugi wonten jaman kelanggengan,penjenengan kalih kulo derek'aken. Priyayi kok koyo ngono lho,kok ora keno diantepi ki njuk priyayi opo ngono? Luputku ki opo ngono,yen ko ngono rasane ning ati koyo dirujit rujit! Trimo kulo wangsul dateng cempolo kemawon mawi panjenengan mboten tresno kalihan kulo,pengeran!" Ngono!! "

Sri kandi (bagong) : " Opo kiro kiro lambeku ra keleg po yo?"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Ha yo nek nyuworo ki alon alon,kok semelang keleg."

    Arjuna (gareng) : " Diajeng,diajeng woro Srikandi....Srikandi..."

    Sri kandi (bagong) : " (bbrruuuggg)

    Arjuna (gareng) : " Waduh,iki ngopo ki?"

    Sri kandi (bagong) : " Nglekar...ha wis gek uwis..."

    Arjuna (gareng) : " Mengkoooo...kesusu susu oraa...le nibo ki mengko..."

    Sri kandi (bagong) : " haaaa...ngenteni le adus..?

    Arjuna (gareng) : " ........oraaa...ning mengko,nek wes tak tari kui lagi nangis,nibo ngono."

    Sri kandi (bagong) : " Wahduh,gawe kaco iki...ha wes siap siap...nibo koyo ngene malah disemayani mengko..."

    Arjuna (gareng) : " Haa urung ditari kok yoo..."

    Sri kandi (bagong) : " Wah jan dadak nganggo penari barang.....ki tangi meneh?"

    Arjuna (gareng) : " haa iyoo..

    Sri kandi (bagong) : " Wah wes,kepekso.....dinggo meneh...

    Arjuna (gareng) : " Wong kelakuane ko ngono he,dadekke putri.....Diajeng,diajeng woro Srikandi..."

    Sri kandi (bagong) : " Kulo..kang Mas,kang Mas Permadi.."

    Arjuna (gareng) : " Gandeng jeneng poro yai wes rampung le ajar manah...

    Sri kandi (bagong) : " HE? Urung he..

    Arjuna (gareng) : " Iki kocape ki le ajar manah ki wes rampung."

    Sri kandi (bagong) : " Oo iyo,oo kocape?"

    Arjuna (gareng) : " haa iyo...Kowe saiki gelemo melu Jungkung mardiyo,bakal diboyong ono negoro Nguter gelung. Srikandi...

    Sri kandi (bagong) : " Hmm...piye ki?"

    Arjuna (gareng) : " Nibo"

    Sri kandi (bagong) : " owalah jan wah telat wis...nyuwun pangapuro. Telat!"

    Arjuna (gareng) : " Haa kok meneng?"

    Sri kandi (bagong) : " Hla opo kiro mbengok mbengok po piye kiyi?

    Arjuna (gareng) : " GEK TANGI!!!"

    Sri kandi (bagong) : " ooo...iki tangi?

    Arjuna (gareng) : " haa iyo...

    Sri kandi (bagong) : " waaduuuhh,jan wes ndadak tangi meneh."

    Arjuna (gareng) : " Nanges!"

    Sri kandi (bagong) : " Mmm...kepiye ngono kok dadi ora,sepisan dadi...ono wong kok dadak kaping pindo kon bebrayan aku rak wes tresno karo kowe to kang Mas permadi mbok ojo koyo kono....Wong sak jagad pramudito, sak ngalam padang ora ono sing tak tresnani mung kejobo mung jeneng siro. Ewodene kok aku tok kek kekke njur nalarmu kepiye kowe ki kang Mas,kang Mas kowe ora kelingan karo Widodo kowe? Nek koyo ngono,becik aku tak bali nang....kidul ngomah wae,timbang aku dadi bojomu koyo ngrekoso temen ko ngene,nek ko ngene mati ro mati aa..kokean pikirang awakku nek ko ngene,nganti kuru ko ngene mergo seko mikirake karo kowe kuwi Mas.."

    Arjuna (gareng) : " Ha kok njur,karo kowe kui Mas! Leh mu ngantemi aku nganggo opo Gong?

    Sri kandi (bagong) : " Watu."

    Arjuna (gareng) : " Mulane loro kabeh. Hla wong ming nggo tangan wal wil wal wil mosok gek,nyuworo blag blug blag blug."

    Sri kandi (bagong) : " Karang men tonji he."

    Arjuna (gareng) : " Tonji tonji ora...dadi nek ngono ora gelem we dadi bojone Jungkung mardiyo?

    Sri kandi (bagong) : " Gemang"

    Arjuna (gareng) : " Rak yo ratu sugih?"

    Sri kandi (bagong) : " Nek sugih sugih,meso marem kowe. Sugiho koyo ngopo aku wes kebacut tresno karo kowe Mas."

    Arjuna (gareng) : " Iyo."

    Sri kandi (bagong) : " Ojo cok koyo ngono kui

    Arjuna (gareng) : " Ora ora diajeng,ora."

    Sri kandi (bagong) : " Arepo piye piye wong nyatane kowe ki tak tresnani temenanan."

    Arjuna (gareng) : " Haa iyo."

    Sri kandi (bagong) : " Aku nek koyo ngeneki mati ro mati."

    Arjuna (gareng) : " Ha yo"

    Sri kandi (bagong) : " Mbok eling rikolo jaman semono."

    Arjuna (gareng) : " Ha iyo."

    Sri kandi (bagong) : " Ketemune sepisan kepiye,nganti aku tok ajari manah,mongko maune aku rak ratau...ratau manah nganti iso manah........mergo soko piwulangmu. Bareng wis biso kok malah tok....tinggal melarikan diri. Koyo ngono ki jeneng  wong ora TANGGUNG JAWAB!

    Jungkung mardiyo (petruk) : " hduh,serone."

    Sri kandi (bagong) : " Nggumunake nek ko ngono."

    Arjuna (gareng) : " Yoes ono lupute pun kakang sing gedhe pangapuramu yo di,pun kakang wis longgar. Nek ngono diajeng tresno kelawan pun kakang?"

    Sri kandi (bagong) : "Hla rak yo ngono to? Cak sepisan aku rak mbeguru. Ajar manah. Maune wes ditire dike'i teori njuk wes dipraktekake....pemanahe mau ra bakal luput. Nyatane,aku nyekel panah wes titis."

    Arjuna (gareng) : " Ha iyo."

    Sri kandi (bagong) : " Opo sing tak panahke iso...tumoto."

    Arjuna (gareng) : " Ha iyo. Ning kae  mengko ra wurung ngagolke ngalum banjur,kadiparaning nggonku bakal soko wangsulang,marang....."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Hhhh kok soyo nyemimik soyo nyemimik."

    Sri kandi (bagong) : " Engko tak temonane dewe."

    Arjuna (gareng) : " Yoes kono,temonono diajeng.

Sri kandi (bagong) : " Kowe Jungkung mardiyo?"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " He'em,aku Jungkung mardiyo. Kepiye,kowe dadi bojoku gelem opo ora?"

    Sri kandi (bagong) : " Aku gemang."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Ojo koyo ngono

    Sri kandi (bagong) : " AAWW...ki lho aku di mek!"

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Srikandi..hhh..Srikandi kok ra idep isen. Ming dijawile mbengok "ki lho aku di mek"

    Sri kandi (bagong) : " Karang ethok ethok wong sengit sengit temenanan. Padane koyo Rup karo Margo kae rak yo..."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Kowe dadi bojoku gelem opo ora kowe?

    Sri kandi (bagong) : " Aku gemang aku,ojo koyo ngono kowe. Aku wes kebacut tresno karo kang Mas permadi,kowe ojo ngrusuhi aku bebrayan."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Kowe ra gelem,ngati ati. Tak jotos kowe,gelem ora?

    Sri kandi (bagong) : " Gemang...."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Tak jotos kowe...hayo gelem ora?"

    Sri kandi (bagong) : " Yo nek ra weruh bojoku,gelem."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Yahahaha...ciloko iki,Permadine sing ciloko ki."

    Arjuna (gareng) : " Ha kok njuk nglimpekke aku. Ko aku sok lungo ijen,Srikandi njaluk diantemi ora.."

    Sri kandi (bagong) : " Ha witekno mbangane loro,mongko sakdurunge  Srikandi ki ketemu Arjuna kui pancen wes  yang'e...kae. Yang'e Jungkung mardiyo he,ha yo ilok ilok rak yo kudune rak yo kepiye ngono,ra ketang do ning nge-kol."

    Jungkung mardiyo (petruk) : " Yahahahaha...minggato kono Gong ra."

..............................................................................

Penasaran dong ya sama kelanjutan dan bagaimana suara dari dialog di atas,langsung saja download Ki Hadi Sugito - Antasena Ngraman (part:Goro goro)